Di tengah heboh berita Lukman Sardi pindah agama ke Kristen, ada sejumlah orang yang menegaskan bahwa orang murtad harus dihukum mati. Mereka mendasarkan diri pada hadits “Siapa yang menukar agamanya maka bunuhlah dia (man baddala dinahu faqtuluhu).” Mereka juga mengklaim bahwa para ulama klasik sepakat tentang hukuman mati buat si murtad.
Seberapa meyakinkankah pandangan tersebut? Saya punya sejumlah keberatan:
Pertama, tidak betul bahwa ahli-ahli hukum Islam (fuqaha) telah bersepakat dalam soal hukuman mati untuk orang murtad. Telaah yang dilakukan oleh Mohammad Hashim Kamali, profesor hukum Islam pada International Islamic University of Malaysia, terhadap literatur fiqh dan hadits tentang hukum apostasy (irtidad) dalam Islam setidaknya membantah adanya ijma’ (konsensus) para ulama dalam soal ini sejak dulu sampi sekarang.
Profesor Kamali menyebut sejumlah pemikir Islam generasi salaf yang berpendapat bahwa orang yang keluar dari Islam tidaklah diganjar dengan hukuman mati, melainkan mesti terus menerus diberi kesemptan untuk kembli ke Islam, karena selalu ada harapan bahwa mereka akan berubah pikiran dan bertaubat. Sebut saja nama-nama seperti Ibrahim al-Nakha’i , faqih(ahli fiqh) generasi tabi’in; Sufyan al-Tsauri, ahli hadist generasi tabi’ al-tabi’in yang digelari amir al-mu’minin dalam soal hadits dan pengarang buku kompilasi hadist tekenal, Jami’ al-Shaghir dan Jami’ al-Kabir; juga ahli fiqh empat mazhb seperti Imam Sya’roni dan Imam Syarakhsyi. (Lihat Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, hal. 93). Dengan kata lain, ahli-ahli hukum Islam sejak dulu berbeda pendapat tentang soal status orang murtad.
Kedua, hadits di atas memang hadits sahih dan dimuat dalam kitab Sahih Bukhari. Persoalannya, apakah dari hadits ini bisa ditarik kesimpulan bahwa orang murtad harus dihukum mati karena kemurtadannya? Saya kira pendapat semacam ini dengan mudah dibantah kalau kita mengacu pada prinsip-prinsip metodologi dalam hukum Islam (Ushul al-Fiqh).
Siapapun yang mempelajari Ushul al-Fiqh tentu tahu bahwa penetapan hukuman hudud ( hukuman mati termasuk hudud) haruslah didasarkan pada ketentuan nash (teks rujukan) yang qath’iy (bersifat pasti), baik dalam hal pengertian yang dikandungnya (qath’iyyu al-dalalah) maupun dalam hal rangkaian sanad/rantai transmisinya (qath’iyyu al-wurud). Yang memenuhi kedua kriteria tersebut adalah Al-Qur’an dan hadits mutawatir(hadits yang diriwayatkan oleh puluhan orang dalam setiap mata rantai transmisinya).
Nah, hadits tentang hukuman mati terhadap orang murtad sejatinya termasuk dalam kategori hadits ahad (hadits yang diriwayatkan hanya oleh satu atau segelintir orang saja), dan bukan hadits mutawatir.Dan harus diingat, hadits ahad, meskipun sahih statusnya, bukanlah suatu nash yang qath’iy (pasti) melainkan dzanniy (bersifat sangkaan) belaka. Karena itu, ia tidak bisa dijadikan sebagai dasar bagi penetapan hukuman hudud. Memakai hadits ahad sebagai dalil untuk menegakkan hukuman mati terhadap kaum murtad tentunya sangat layak dipertanyakan keabsahannya.
Ketiga, klaim bahwa kaum murtad harus dibunuh karena kemurtadannya jelas bertentangan dengan spirit sejumlah ayat al-Qur’an tentang orang murtad ( seperti QS 3:90, 4:137, dan 2:217). Ayat-ayat ini memang menegaskan bahwa perbuatan murtad adalah suatu dosa yang serius, dan orang murtad akan dihukum Allah di akhirat. Tapi ayat-ayat tersebut sama sekali tidak menyinggung adanya hukuman mati di dunia buat mereka.
Simak misalnya ayat 4:137: “Sesungguhnya orang-orang yang telah menyatakan beriman kemudian menjadi kafir, lalu beriman lagi, lalu menjadi kafir lagi, kemudin bertambah-tambah dalam kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan memberi mereka petunjuk kepada jalan (yang lurus).”
Perhatikan, ayat ini berbicara tentang orang yang bolak-balik murtad. Tapi hukuman yang disebut dalam ayat ini hanya hukuman yang berlaku nanti kalau di akhirat. Tidak disinggung adanya hukuman mati buat mereka di dunia. Logikanya, kalau tindakan murtad serta merta harus diganjar hukuman mati, tentu statemen Al-Qur’an tentang fenomena bolak-balik murtad menjadi tidak bermakna, karena si murtad tentunya sudah dipenggal sejak pertamakali keluar dari Islam. Dari ayat itu kita bisa menyimpulkan, tindakan murtad memanglah suatu dosa besar. Kalau si murtad tidak bertobat sampai meninggal, maka Allah tidak akan memberinya ampunan. Meskipun demikian, si murtad tetap punya hak untuk hidup dan selalu diberi kesempatan untuk bertobat hingga ajal menjemputnya.
Keempat, terdapat sejumlah hadist sahih lain yang bercerita tentang sejumlah orang yang keluar dari Islam pada masa Nabi, tapi beliau tidak menjatuhkan hukuman mati terhadap mereka. Misalnya, ketika Nabi masih tinggal di Makkah, ada seorang muslim bernama Ubaidillah bin Jahsh ikut serta dalam hijrah sejumlah sahabat Nabi dari Makkah ke Ethiopia. Sesampai di sana, Ubaidillah pindah ke agama Kristen dan tetap tinggal di Ethiopia. Nabi tentu tahu akan hal itu, tapi beliau ternyata tidak membunuhnya.
Contoh kasus lain: ketika di Madinah, ada seorang Arab badui datang menemui Nabi untuk menyatakan masuk Islam. Tapi beberapa saat kemudian, si badui minta supaya bai’at Islam-nya dibatalkan. Pada mulanya Nabi menolak, tapi si badui ngotot, dan akhirnya meninggalkan Madinah untuk kembali ke keyakinan pra-Islamnya. Meskipun demikian, Nabi juga tidak menjatuhkan hukuman mati terhadapnya. Kisah ini termuat dalam Sahih Bukhari:
عن جابر رضى الله عنه: جاء اعرابي الى النبي صلي الله علىه وسلم فباىعه علي الاسلام فجاء من الغدمحموما فقال: اقلني, فابى- ثلاث مرار. فقال: المدىنة كالكىر تنفي خبثها وىنصع طىبها.
Diriwayatkan dari Jabir R.A: seorang badui datang menemui Nabi dan melakukan bai’at masuk Islam. Tapi keesokan harinya dia datang dalam keadaan demam: batalkan bai’at Islamku, tapi Nabi menolak—berulang sampai tiga kali. Akhirnya Nabi berkata: Madinah ibarat alat peniup api, membuang yang kotor dan menjernihkan yang bersih darinya.
Dalam kaitan dengan empat poin yang saya paparkan di atas, ada baiknya di sini kita menyimak pandangan Mahmud Syalthut, pemikir Islam Mesir yang pernah menjadi rektor Universitas al-Azhar pd dekade 1950-an. Dalam kitabnya Al Islam: ‘Aqidatun wa Syari’atun, Mahmud Syaltut menulis:
“Mengenai hukuman mati untuk perbuatan murtad, para ahli fiqh mendasarkan diri pada hadits yng diriwayatkan Ibn Abbas:” Man baddala dinahu faqtuluhu” (Barang siapa berganti agama maka bunuhlah.) Hadits ini memunculkan pelbagai respon dari ulama. Banyak di antara mereka bersepakat bahwa hukuman hudud tidak bisa didasarkan pada hadits ahad.
Tindakan murtad semata tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi hukuman mati. Faktor utama yang menjadi penentu hukuman ini adalah adanya agresi dan permusuhan si murtad terhadap kaum beriman, dan kebutuhan untuk menjaga kemungkinan munculnya penghasutan melawan agama dan negara. Kesimpulan ini didasarkan pada banyaknya ayat-ayat al-Qur’an yang melarang paksaan dalam beragama.” (dikutip dalam Mohammad Hashim Kamali, Freedom of Expression in Islam, 1994, hal. 94-95).
Terdapat sekurang-kurangnya dua hal penting yang bisa kita garisbawahi dari pernyataan Mahmud Syalthut tersebut.
Pertama, hadits “barang siapa mengubah agamanya maka bunuhlah” adalah hadits ahad, yang meskipun sahih, tidak bisa digunakan sebagai dasar penetapan hudud, seperti halnya hukuman mati buat kaum murtad.
Kedua, statemen Syalthut “faktor utama yang menjadi penentu hukuman ini adalah adanya agresi dan permusuhan si murtad terhadap kaum beriman, dan kebutuhan untuk menjaga kemungkinan munculnya penghasutan melawan agama dan negara” sangat penting untuk ditekankan karena statemen itu menegaskan ‘illat (ratio legis, alasan hukum) yang menjadi alasan diterapkannya hukuman mati buat orang murtad. Yakni, bahwa hukuman itu terkait erat dengan adanya unsur agresi dan permusuhan dari si murtad.
Dengan kata lain, kaum murtad memang wajib diperangi kalau kemurtadan mereka dibarengi dengan tindakan memusuhi dan menyerang kaum beriman. Adapun kalau mereka keluar dari Islam tanpa disertai dengan tindakan semacam itu, maka hukuman mati dengan sendirinya tidak berlaku buat mereka. Ini sesuai dengan satu diktum al-qawa’id al-fiqhiyyah (legal maxims): Al-hukmu yaduru ma’a al ‘illati wujudan wa ‘adaman (berlaku atau tidaknya suatu hukum bergantung pada ada atau tidaknya ‘illat (alasan hukum) yang mendasarinya).
Yang menarik, pendapat Mahmud Syalthut ini juga digemakan kembali oleh Tariq Ramadan, pemikir Islam Eropa kontemporer yang sekaligus juga cucu Hasan Al-Banna, pendiri garakan Ikhwanul Muslimin. Dalam satu wawancarnya yang pernah dimuat di Nesweek dan Washington Post, Tariq Ramadan menyampaikan pandangannya tentang apostasy dalam Islam sebagi berikut:
In the Islamic legal tradition, “apostasy” known as “ridda” is related to changing one’s religion and its injunction is mainly based on two prophetic sayings (ahadith) both quoted in sahih Bukhari (9,83 and 84): “The one who changes his religion, kill him” and another tradition noting that among the three categories of people who can be killed is “the one who leaves the community”. The great majority of the Muslim scholars, from all the different traditions and throughout history, have been of the opinion that changing one’s religion is prohibited in Islam and should be sanctioned by the death penalty.
Nevertheless we find, in very early studies and writings, several Muslim scholars having a different approach. The jurist Ibrahîm al-Nakha’î (8th), Sufyân ath-Thawrî (8th) in his renowned work on the prophetic tradition (Al-Jâmi’ al Kabîr, Al-Jâmi’ al-Saghîr) as well as the hanafi jurist Shams ad-Dîn as-Sarakhsî (11th) – among others- hold other views. They question the absolute authenticity of the two prophetic traditions quoted above. They also argue that nothing is mentioned in the Qur’an pertaining to this very sensitive issue and add that there is no evidence of the Prophet killing someone only because he/she changed his/her religion.
The Prophet took firm measures, only in time of war, against people who had falsely converted to Islam for the sole purpose of infiltrating the Islamic community to obtain information they then passed on to the enemy. They were in fact betrayers engaging in high treason who incurred the penalty of death because their actions were liable to bring about the destruction of the Muslim community and the two prophetic traditions quoted above should be read in this very specific context.
In light of the texts (Qur’an and prophetic traditions) and the way the Prophet behaved with the people who left Islam (like Hishâm and ‘Ayyash) or who converted to Christianity (such as Ubaydallah ibn Jahsh), it should be stated that one who changes her/his religion should not be killed. In Islam, there can be no compulsion or coercion in matters of faith not only because it is explicitly forbidden in the Qur’an but also because free conscious and choice and willing submission are foundational to the first pillar (declaration of faith) and essential to the very definition of “Islam”. Therefore, someone leaving Islam or converting to another religion must be free to do so and her/his choice must be respected.
Kesimpulan di atas juga didukung oleh ayat-ayat lain yang berbicara tentang tidak adanya paksaan dalam agama; tentang prinsip bahwa setiap orang punya tanggungjawab sendiri-sendiri untuk memilih mana jalan yang benar dan mana yang sesat; dan bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan risalah kenabian dan bukan untuk memaksa orang untuk menjadi mu’min, karena kalau Allah menghendaki, niscaya semua orang bisa saja Dia bikin menjadi beriman.
Karen itu, saya sepakat dengan Tariq Ramadan: "someone leaving Islam or converting to another religion must be free to do so and her/his choice must be respected."
👍👏👏 Suwun gus…
ReplyDeleteSuwun..jd nambah wawasan
ReplyDeletenice
ReplyDeletekalau di negri onta ya pasti dibunuh secara legal. krn ini indonesia bukan negara onta ya gak berlaku, gitu aja simpel
ReplyDeleteYg dibahas disini bukan hukum negara, tp hukum Islam. Kok malah bawa negara Arab dgn negara Indonesia? Baca lagi baik2, pahami pointnya. Gitu aja, simple.
DeleteTerimakasih sangat menambah wawasan keislaman saya.
ReplyDeleteartikel yang menarik kang
ReplyDeleteSaya pun juga sepakat pak, Tariq Ramadan: "someone leaving Islam or converting to another religion must be free to do so and her/his choice must be respected." ^_^
ReplyDeleteSiapa yg mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar hukumNya(hudud) dimasukkan ke neraka, kekal didalamnya dan baginya adzab yg menghinakan. Qs4:14
ReplyDeleteSiapa yg mengganti agamanya maka bunuhlah(bukhari)
Demikianlah yg dlakukan Muadz ra di yaman
Siapa yg mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar hukumNya(hudud) dimasukkan ke neraka, kekal didalamnya dan baginya adzab yg menghinakan. Qs4:14
ReplyDeleteSiapa yg mengganti agamanya maka bunuhlah(bukhari)
Demikianlah yg dlakukan Muadz ra di yaman
Allah menjamin kebenaran ucapan Nabi, sedangkan ente Anjing Sahal mempertanyakan?!
ReplyDeleteMakin gila saja anjing sepilis satu ini..
dibaca ulang lagi om. hadits shahih itu probable
Deletedibaca ulang lagi om. hadits shahih itu probable
DeleteHadits tentang hukuman mati terhadap orang murtad sejatinya termasuk dalam kategori hadits ahad (hadits yang diriwayatkan hanya oleh satu atau segelintir orang saja), dan bukan hadits mutawatir.Dan harus diingat, hadits ahad, meskipun sahih statusnya, bukanlah suatu nash yang qath’iy (pasti) melainkan dzanniy (bersifat sangkaan) belaka. Karena itu, ia tidak bisa dijadikan sebagai dasar bagi penetapan hukuman hudud. Memakai hadits ahad sebagai dalil untuk menegakkan hukuman mati terhadap kaum murtad tentunya sangat layak dipertanyakan keabsahannya.
DeleteKesimpulan di atas juga didukung oleh ayat-ayat lain yang berbicara tentang tidak adanya paksaan dalam agama; tentang prinsip bahwa setiap orang punya tanggungjawab sendiri-sendiri untuk memilih mana jalan yang benar dan mana yang sesat; dan bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan risalah kenabian dan bukan untuk memaksa orang untuk menjadi mu’min, karena kalau Allah menghendaki, niscaya semua orang bisa saja Dia bikin menjadi beriman.
oh jadi begini cara nya kalian berkomentar hmmm bagus juga ya ..
DeleteSangat menambah wawasan Gus. Barakallah..
ReplyDeleteEnte islam KTP ya? Koq menafsirkannya sesuka hati seh??
ReplyDeleteSudah jelas kalo orang yang murtad dari Islam itu harus DIBUNUH!!
Baca neh:
Awloh swt berfirman:
Keluarga 'Imran ('Āli `Imrān):90
SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG KAFIR SESUDAH BERIMAN, kemudian bertambah kekafirannya, SEKALI-KALI TIDAK AKAN DITERIMA TAUBATNYA; dan mereka itulah orang-orang yang sesat.
Lebah (An-Naĥl):106
BARANGSIAPA YANG KAFIR KEPADA ALLAH SESUDAH DIA BERIMAN (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, MAKA KEMURKAAN ALLAH MENIMPANYA DAN BAGINYA AZAB YANG BESAR.
Orang mungkin berpikir bahwa azab yang besar itu nantinya terjadi di akherat.
Tapi Muhammad memastikan orang2 itu mendapat hukum di bumi pula.
Lihat hadis berikut:
Mu'adz bin Jabal mendatangi Abu Musa di Yaman, sedang seseorang berada di dekatnya. Muadz berkata; Siapa dia? Abu Musa menjawab; SESEORANG YANG DULUNYA YAHUDI KEMUDIAN MASUK ISLAM LALU KEMBALI MENJADI YAHUDI LAGI, kami menginginkannya tetap memeluk Islam sejak dua bulan saya tahan. Berkata Mu'adz; 'Demi Allah aku tidak akan singgah sebelum kau memenggal lehernya.' KEMUDIAN ORANG ITU PUN DIPENGGAL LEHERNYA, kemudian Mu'adz berkata; 'ALLAH DAN RASULNYA MENETAPKAN, BARANGSIAPA YANG MENINGGALKAN AGAMANYA MAKA BUNUHLAH DIA.' Atau berkata; 'BARANGSIAPA YANG MERUBAH AGAMANYA MAKA BUNUHLAH DIA.'
(Ahmad No. 21007)
....telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Ikrimah bahwa ALI PERNAH MEMBAKAR SEBUAH KAUM YANG MURTAD DARI ISLAM, hal itu sampai kepada Ibnu Abbas, ia pun berkata; Seandainya itu aku, niscaya aku akan membunuhnya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "BARANGSIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA (MURTAD), MAKA BUNUHLAH IA."
(Tirmidzi 1378)
Dan aku hanya akan membunuh mereka sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: "SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA MAKA BUNUHAH DIA".
(Bukhari No. 2794)
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam: "SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA, BUNUHLAH!"
(Bukhari No. 6411)
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "BARANGSIAPA MENGGANTI AGAMANYA, MAKA BUNUHLAH IA."
(Abu Daud No. 3787)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA MAKA BUNUHLAH."
(Nasa'i No. 3991)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA MAKA BUNUHLAH."
(Nasa'i No. 3993)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA MAKA BUNUHLAH."
(Nasai No. 3994)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""SIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA MAKA BUNUHLAH."
(Nasa'i No. 3995)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "BARANGSIAPA YANG MENGGANTI AGAMANYA, MAKA BUNUHLAH DIA." Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah 'azza wajalla."
(Ahmad No. 2420)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "BARANGSIAPA MENGGANTI AGAMANYA, MAKA BUNUHLAH IA."
(Ibnu Majah No. 2526)
Dan masih dilakukan oleh Arab Saudi (pusat Islam):
RIYADH - Sebuah pengadilan di Arab Saudi telah menjatuhkan hukuman mati kepada seorang pria yang dituduh mengingkari iman agama Islamnya atau murtad. Demikian laporan koran setempat, Saudi Gazette, Selasa (24/2/2015).
Pegimane????
Ane heran sama peraturan Islam dalam Arab Saudi, kalo misalnya emaknya atau kakaknya atau adiknya murtad, apakah mereka akan dibunuh ???
ReplyDeleteIslam adalah agama setan...!!!!
Agama Lu tuh yang setan.. bukan agama islam yang setan.. , agama islam itu agama mulia.. jadi kalau ada seorang yang sudah beriman kepada islam , ia tidak boleh main main dengan agama islam apalagi murtad.. , itu namanya ketegasan, bukan setan.. Kamu itu setan... Anjing lagi..
DeleteIMAMAT 24:16
Delete“Siapa yang menghujat nama Tuhan, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jamaah itu. Baik yang asing maupun orang Israelasli, bila ia menghujat nama Tuhan, haruslah dihukum mati”
Bagaimana dengan ayat ini??
Ulangan: 13:6Apabila saudaramu laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu sendiri atau sahabat karibmu membujuk engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu,13:7salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi,13:8maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi salahnya,13:9tetapi bunuhlah dia! Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian seluruhrakyat.13:10Engkau harus melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan.
Deletebagaimana juga dengan ayat ini?
Saya tahu itu ayat perjanjian lama.. tapi itu sempat terjadi kan? saya bukannya sembarangan menghina Alkitab, tetapi karena kau menghina agama Islam terlebih dahulu..
Delete"Dan Balasan Suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.Barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang zalim.(Asy-Syura 40) Tetapi untuk penghujat agama seharusnya tidak ada ampun baginya.. tetapi harus dihukum pancung.. jika kita tau orangnya.
ini karena di sosial media jadi saya serang balik agamamu.. karena kita tidak bertemu
DeleteUntuk orang kristen yang baik atau agama apapun yang baik dengan orang muslim haram hukumnya untuk dihina agamanya terlebih dahulu..
Deletejanganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan. (Al An'am 108)
Ingat tetapi hanya bagi penghujat Allah, nabi Muhammad, agama kami bersifat keras.. bahkan orang itu harus dibunuh... dan dimasukan ke neraka selamanya...
setelah saya baca dan saya cerna,islam itu rupanya bisa bergantung sama hukum negara,bukan tergantung sama hukum syariat yg ada di alquran.. wkwkwkwkwkwk..
ReplyDeletesetelah saya baca dan saya cerna,islam itu rupanya bisa bergantung sama hukum negara,bukan tergantung sama hukum syariat yg ada di alquran.. wkwkwkwkwkwk..
ReplyDeleteBerarti anda ga nyambung. Hukum negara itu hasil konsili, means cherry pick dari berbagai argumen. Sampe disini bisa mencerna? Jd pembahasan di atas mengenai hukum Islam yg berdasar pada Al-Quran, Hadits, Qiyas, Ijma, dan Urf. Sampe disini bisa mencerna? Ato masih blom nyambung?
Delete